BANDAR LAMPUNG, EDUKASI NUSANTARA POST — Beberapa pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Provinsi Lampung terjerat kasus narkoba pada Kamis (28/08/2025). Mereka digerebek Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Lampung saat pesta narkoba di salah satu room karaoke Hotel Grand Mercure.
Kasus pesta narkoba yang melibatkan pengurus HIPMI Lampung ini masih menjadi sorotan publik. Pasalnya, meski sempat ditahan BNNP Lampung, para pelaku kini dikabarkan sudah pulang dan tidur nyenyak di rumah masing-masing setelah menjalani pemeriksaan dengan alasan rehabilitasi rawat jalan.
Dari informasi yang dihimpun, dalam pesta narkoba tersebut para pengurus HIPMI Lampung membeli dua paket pil ekstasi (20 butir). Namun, saat petugas BNNP melakukan penggerebekan di room karaoke Hotel Grand Mercure, pil ekstasi yang tersisa hanya tujuh butir.
Hasil pemeriksaan menyebutkan lima petinggi pengurus HIPMI Lampung ikut diamankan, yakni Bendahara Umum yang juga menantu anggota DPRD Lampung berinisial RML, Ketua Bidang 1 (S), Ketua Bidang 3 (RMP), serta dua anggota lainnya (WM dan SA). Mereka digerebek bersama lima wanita pemandu lagu dan seorang pria berinisial ZK.
Kasi Intelijen BNNP Lampung, Aryo Harry Wibowo, membenarkan pihaknya menahan 11 orang, dan 10 di antaranya positif mengonsumsi narkoba.
Keadaan ini membuat publik geram. Sebab, meski terbukti menggunakan narkoba, para pengurus HIPMI Lampung hanya dikenai hukuman rawat jalan dan wajib lapor selama dua bulan.
Ketua DPC PPWI Bandar Lampung Angkat Bicara

Ultra Kencana, Ketua Dewan Perwakilan Cabang Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPC PPWI) Kota Bandar Lampung, mengecam keras tindakan lima pengurus HIPMI Lampung yang terjerat kasus pesta narkoba.
“Perbuatan tersebut tidak bisa dibenarkan karena sudah mencoreng nama baik organisasi. Kami minta mereka dicopot dari keanggotaan HIPMI,” tegas Ultra.
Menurutnya, organisasi sebesar HIPMI dengan dedikasi baik jangan sampai tercoreng karena segelintir oknum. “Kami juga meminta pihak BNNP memproses perkara ini sampai tuntas. Publik harus tahu siapa penyokong dana pembelian narkoba. Bahkan bila perlu, diselidiki dari mana sumber dana tersebut,” tambahnya.
Ultra, yang akrab disapa Paul, juga menegaskan:
“Itu sudah menjadi tugas BNNP. Kami minta diusut tuntas siapa pemasok barang haram tersebut. Ini preseden buruk bagi organisasi. Kami juga mendesak agar lokasi TKP dicabut izinnya, karena terbukti menjadi tempat penyalahgunaan narkoba. Itu risiko yang harus diterima.”
Paul menambahkan, dalam proses rehabilitasi penyalahguna atau pecandu narkoba ada syarat tertentu yang harus melalui tahapan jelas. “Dalam kasus pesta narkoba yang dilakukan lima pengurus HIPMI Lampung ini, ada dugaan ‘masuk angin’ oleh petugas BNNP. Kok bisa secepat itu mereka menghirup udara bebas? Ada apa ini? Itu yang harus kita pertanyakan,” ungkapnya.
Peraturan Rehabilitasi, Jangan Salah Mengartikan
Rehabilitasi penyalahguna/pecandu narkoba telah diatur dalam UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, khususnya Pasal 54, 55, 103, 127 (2), serta Pasal 4 huruf (d).
Rehabilitasi dapat dilakukan dengan dua cara sebagaimana diatur dalam PERBER Tahun 2014:
- Secara sukarela dengan wajib lapor – keluarga melaporkan kepada IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor) seperti kepolisian, Dinkes, Dinsos, BNN, kejaksaan, atau pengadilan negeri.
- Melalui penegakan hukum – jika tertangkap sebagai tersangka penyalahgunaan narkotika dengan barang bukti sesuai SEMA 4 Tahun 2010 (maksimal sabu 1 gram, ekstasi 8 butir/2,4 gram, ganja 5 gram). Penyidik wajib membuat pengantar ke Loka BNN untuk pemeriksaan oleh Tim Asesmen Terpadu (TAT). Hasil TAT menjadi rekomendasi bagi penyidik dan jaksa terkait langkah hukum selanjutnya, termasuk lamanya rehabilitasi.
Dalam penegakan hukum, proses rehabilitasi harus melalui putusan pengadilan. Pasal 103 UU Narkotika mewajibkan hakim memvonis rehabilitasi jika terbukti penyalahgunaan narkoba.
Selain itu, Pedoman Jaksa Agung No. 18 Tahun 2021 memberikan opsi kepada penyalahguna pemula atau yang baru pertama kali menjalani rehabilitasi: menjalani persidangan atau rehabilitasi hingga tuntas sesuai rekomendasi TAT, dengan catatan hukum dihapuskan.
Kesimpulan
Rehabilitasi dalam penegakan hukum bukan berarti pelaku lolos dari hukuman. Rehabilitasi adalah hukuman pengganti dari hukuman penjara, dan hanya bisa diputuskan melalui persidangan.
Maka, jika seseorang tertangkap tangan menggunakan narkoba dengan dua alat bukti cukup, lalu tiba-tiba bisa pulang dengan alasan rehabilitasi jalan, hal tersebut menyimpang dari prosedur.
Penegakan hukum harus melalui persidangan, dan rehabilitasi harus dengan putusan hakim karena menyangkut biaya yang ditanggung negara (Pasal 4 huruf d).
(Nelson)